SALAH SATU PENYEBAB BERKURANGNYA RASA CINTA TERHADAP BAHASA INDONESIA

Kamis, 25 Desember 2014

imageSALAH KAPRAH DALAM PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA
Semua orang Indonesia pastinya mengerti dengan sempurna bahasanya sendiri, terutama dalam hidup bermasyarakat. Bagaimana jika bahasa yang Anda sering ucapkan sehari-hari entah di dunia nyata atau di dunia maya, media cetak, media elektronik dsb, justru salah kaprah alias tidak tahu arti sebenarnya?
Disadari atau tidak hal ini akan menjadi kebiasaan dalam berkomunikasi dalam sehari-hari dan ini akan secara perlahan merusak Bahasa Indonesia itu sendiri.
Berikut adalah 5 contoh penggunaan Bahasa Indonesia yang salah, dimana pelakunya antara sadar atau tidak, sering ‘keceplosan’ dalam penggunaan sehari-hari :
image

Di kantor biasanya Anda secara tidak sengaja pernah diskusi sama teman kerja atau bos dengan kalimat seperti ini ‘Bagian ini harus dirubah’.
Apa itu dirubah?
Dibuat jadi rubah atau dijadikan rubah?
Yang benar itu ternyata dengan menggunakan kata ‘ubah’, ‘diubah’, atau ‘mengubah’.

‘Eh, titip absen ya!’ salah satu teman kerja Anda pasti pernah mengatakan hal tersebut. Itu artinya dia titip untuk tidak dihadirkan di kantor, soalnya ‘absen’ itu artinya tidak hadir.

Biasanya kata ‘acuh’ ini digunakan salah kaprah dalam lirik atau syair. Di beberapa lirik atau syair tersebut, kata ‘acuh’ diartikan tidak peduli, padahal ‘acuh’ itu sendiri artinya peduli. Jadi, kalau tidak peduli jadinya tidak acuh.
           
Pernah ada pejabat yang menyinggung soal pakaian, melarang orang untuk berpakaian tidak seronok.
‘Seronok’ itu artinya enak dilihat. Jadi kalau menyuruh orang untuk berpakaian tidak seronok, berarti menyeruh mereka untuk berpakaian yang tidak enak dilihat, misalnya : memakai baju yang warnanya bertabrakan membuat tidak enak untuk dilihat.

‘Diam tak bergeming’, itu salah satu contoh kalimat yang kata di dalamnya kurang tepat. ‘Bergeming’ itu artinya diam tidak bergerak.

CONTOH PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Kamis, 18 Desember 2014


CONTOH PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR 

Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, terdiri dari kata baik dan benar yang ke dua-nya memiliki arti Bahasa Yang Baik. Penggunaan bahasa yang baik (sesuai aspek komunikatif) adalah sesuai dengan sasaran kepada siapa bahasa tersebut di sampaikan. Hal ini harus disesuaikan dengan unsur umur, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita. Dengan kata lain, bahasa yang kita gunakan sesuai dengan lawan bicara, sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman ketika berkomunikasi.

        Bahasa Yang BenarBahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yaitu peraturan bahasa (tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan). Bahasa yang benar mengacu pada kaidah penulisan dan pengucapan Bahasa Indonesia seperti yang tertera dalam kamus besar Bahasa Indonesia, dan terdapat pula di EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Dari 2 hal diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa bahasa yang baik dan benar adalah bahasa yang tidak menyinggung lawan bicara, dan tiap katanya adalah bagian dari kata-kata dalam kamus besar bahasa Indonesia.

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan bahasa yang baku.

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang  benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian  bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan  bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.Misalkan dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku

Contoh :
    • ·         Apakah kamu ingin menyapu rumah bagian belakang ?Apa yang kamu lakukan tadi?

    • ·         Misalkan ketika dalam dialog antara seorang Guru dengan seorang siswa

    Contoh :

    • ·         Pak guru : Rino apakah kamu sudah mengerjakan PR?

    • ·         Rino : sudah saya kerjakan pak.

    • ·         Pak guru : baiklah kalau begitu, segera dikumpulkan.

    • ·         Rino : Terima kasih Pak 

    Kata yang digunakan sesuai lingkungan sosial

    Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil  bila dalam tawar -menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa baku seperti ini.
     
    (1) Berapakah Ibu mau menjual tauge ini?

    (2) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan  berapa ongkosnya?

    Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat

    (3) Berapa nih, Bu, tauge nya?

    (4) Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa?

    Contoh Fungsi Bahasa sebagai alat komunikasiBahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama bahwa komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya  berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Terutama pada penggunaan Fungsi komunikasi pada bahasa asing Sebagai contoh masyarakat Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Exit” untuk “keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran. Jadi bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya dengan satu bahasa melainkan banyak bahasa.

    Bahasa merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami. Penggunaan  bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respon pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama kita.

    Bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan alat untuk merumuskan maksud kita. Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada orang lain, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita.


    PERANAN BAHASA INDONESIA DALAM ERA GLOBALISASI



              Bahasa merupakan sarana berkomunikasi suatu masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘’Bahasa’’ mengandung arti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidetifikasikan diri. Bahasa juga dapat difungsikan sebagai berikut: sebagai alat eksperesi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat integrasi dan adaptasi social dan sebagai alat kontrol sosial. Dengan begitu bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bersosial suatu manusia.

                Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum pada Ikrar Ketiga ‘Sumpah Pemuda’ yang berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia”. Oleh karena itu Bahasa Indonesia merupakan Bahasa resmi yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Segala macam kegiatan dan transaksi baik di tempat umum, dan berbagai instansi menggunakan Bahasa Indonesia. Bahkan bisa dibilang kedudukan Bahasa Indonesia berada diatas bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Maka dari itu sampai sekarang terdapat pelajaran Bahasa Indonesia dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi.

                Bahasa nasional suatu Negara menunjukan jati diri suatu bangsa, atau bisa dibilang kekayaan budaya suatu Negara. Di Era globalisasi sekarang ini banyak Negara berkembang yang mengganti bahasa utama Negaranya dengan bahasa asing. Contoh: Bahasa Inggris lebih sering dipakai di Malaysia ketimbang Bahasa Melayu. Mungkin saja nanti budaya bangsa Malaysia akan terkikis karena penggantian Bahasa resminya. Namun Bangsa Indonesia tetap tidak merubah bahasa utama yang diubah. Bahasa Nasional (Bahasa Indonesia) dalam Era Globalisasi dapat dikatakan sebagai Lambang kebanggaan kebangsaan dan Identitas suatu negara. Bahasa Nasional dapat dikatakan sebagai Ciri khas dan karakter suatu Negara. Bahasa Nasional juga bisa digunakan sebagai alat penyatuan berbagai suku bangsa di Nusantara yang tinggal atau bekerja di diluar negeri. Indonesia merupakan Negara dengan penduduk terbanyak ke empat setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat. Dengan jumlah penduduk sebesar 237.641.326 (sumber: statistik.ptkpt.net) dan 460.723 pekerja diluar negeri (sumber: indonesiahebat.org) dan bisa saja Bahasa kita dapat dijadikan Bahasa Internasional layaknya seperti Bahasa Mandarin dan Bahasa Inggris.

    MENURUNNYA RASA CINTA TERHADAP BAHASA INDONESIA



    Cinta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai suka sekali, sayang benar, kasih sekali, terpikat, ingin sekali. Jika digabung dengan kata Indonesia, maka ungkapan ini bermakna suka sekali dengan Indonesia, terpikat dengan Indonesia, dan ingin sekali akan Indonesia. Kata benda Indonesia bisa diganti dengan Afris, Fitri (seperti nama sebuah sinetron), uang, pekerjaan, ataupun tanaman.
    Gejala cinta dapat dirasakan melalui adanya rasa perhatian yang lebih, rasa nyaman ketika memberi, dan juga cara memperlakukan objek cinta. Ambillah contoh, dua muda-mudi yang sedang jatuh cinta akan saling memberi perhatian khusus, saling memperlakukan dengan rasa sayang yang tulus serta perasaan hati yang gembira. Titiek Puspa bilang, jatuh cinta berjuta rasanya.
    Perkumpulan pemuda-pemudi pada ahun 1928 tentu merasakan hal yang sama ketika merumuskan Sumpah Pemuda. Bersama dengan teman-teman mereka dari seluruh Nusantara, mereka mengambil tekad bahwa kecintaan mereka tetap satu: yaitu Indonesia. Bangsa, Tanah Air, dan Bahasa adalah tiga wujud cinta yang mereka satukan.
    Sejalan dengan makin bertambah tua negara ini, cinta itupun memudar. Hal yang paling nyata adalah mengenai bahasa. Berapa banyak anak muda Indonesia sekarang ini yang cinta akan bahasanya? Berapa banyak dari kaum ini yang sekarang dalam kehidupan sehari-hari tetap memupuk rasa cinta terhadap bahasa Indonesia?  Mengapa harus menyisipkan istilah asing ketika berbicara bahasa Indonesia? Agar kelihatan keren? Seorang pembesar di negeri ini bahkan lebih senang menggunakan scheme daripada skema.
    Seorang teman merasa risih ketika mengirim SMS (short message service) menggunakan bahasa Indonesia. “Pliz deh, hare gene pake bahasa Indonesia??” Lagi ceritanya, dia telah terbiasa menggunakan bahasa asing sejak lahir. Dia merasa kagok (canggung.red) ketika harus menggunakan bahasa Indonesia. Lain lagi cerita tentang kontes-kontesan nona cantik di negeri ini. Konon yang terpilih adalah nona Indonesia yang tidak tahu berbahasa Indonesia. Aduh, mengapa bisa begitu? Saya tidak punya jawaban pasti.
    Salah satu syarat utama penerimaan pegawai (negeri maupun swasta) di negeri ini adalah menguasai bahasa asing, lisan dan tulisan.  Aturan dan standard nilai sudah ditetapkan. Tak bakal lolos jika nilai tidak mencukupi. Tidak pernah ditanyakan: “berapa nilai bahasa Indonesiamu?” Yang lazim adalah berapa nilai TOEFLmu?
    Kebanggaan terhadap bahasa Indonesia tidak lagi ada dalam diri rakyatnya sendiri. Kambing hitampun dicari: Globalisasi. Mengapa pusing dengan globalisasi? Justru globalisasi yang seyogyanya mengikuti bangsa Indonesia. Usaha mengglobalkan bahasa Indonesia tentu lebih menguntungkan daripada mengglobalkan diri dengan bahasa lain.
    Bagaimanapun, inilah perjuangan para pendahulu yang olehnya kita dapat dipersatukan. Tak dapat dibayangkan jika hanya karena ingin keliling Indonesia, kita harus menguasai ribuan bahasa daerah.